Jumat, 18 Maret 2011

Kemajuan Teknologi Imaging Pada Kasus Serebrokardiovaskular

Kasus stroke merupakan kasus neurologi terbanyak, jumlah penderita meningkat dari tahun ke tahun karena meningkatnya factor risiko terutama hidup di kota besar. Stroke yang biasa menyerang usia lanjut kini bergeser ke usia muda. Demikian pula dengan “stroke”jantung yang lebih dikenal dengan MCI /myocard infark, diam diam juga telah merengut banyak nyawa yang masih produktif. Penanganan kasus stroke semakin memerlukan kecepatan waktu agar tidak meninggalkan sequelae/sisa yang akan mengganggu aktivitas kehidupan seseorang. Untuk itu diperlukan imaging yang tepat yang dapat membantu tindakan terapi yang cepat dan tepat.

Cerebro-Cardiovaskuler Disease (CCVD) adalah semua kelainan di otak dan jantung yang berhubungan dengan masalah pembuluh darah dimana akibatnya adalah menurunnya supply oxygen kedalam jaringan otak /jantung. Penurunan oxygen dan glukosa (yang dibawa oleh darah) akan menimbulkan ischemic dan bila tidak ditangani segera akan berlanjut ke infark. Dengan kemajuan tehnologi imaging kini dapat dibuat imaging vaskuler baik dengan Multislice computed tomography (MSCT ) scan mapun Magnetic Resonance Imaging (MRI) 1,5T yang dikenal dengan pemeriksaan CTA dan MRA. Gangguan vasularisasi erat hubungannya dengan gangguan perfusi suatu jaringan, maka MSCT dan MRA pun kini telah dilengkapi dengan tehnik CT /MR perfusion.

Pemilihan MSCT dan MRI didasarkan pada kebutuhan klinis/indikasi dan keterbatasan penderita , dalam banyak hal keduanya saling mengisi atau sama sama baik. Masing masing alat ada keunggulan dan kelemahan, yang pasti penderita dengan alat pacu jantung tidak dapat masuk kedalam alat MRI. Secara umum dapat disimpulkan bahwa MSCT scan merupakan modal imaging yang paling mudah karena jumlahnya lebih banyak dan cepat karena dengan MSCT kini dapat dilakukan pemeriksaan hanya dalam hitungan detik. MSCT unggul dalam kasus stroke hermorrhagic,pasien gelisah tidak kooperatif dan 16-MSCT adalah unggulan untuk screening coronary artery. Sementara MRI unggul dalam stroke nonhemorrhagic yang memerlukan penanganan segera dalam “golden period”.

Untuk kasus yang direncanakan mendapatkan terapi trombolytik tidak cukup hanya dengan conventional MRI, tetapi diperlukan pemeriksaan fungsional MRI yaitu Diffusion dan perfusion imaging. Semoga dengan penanganan yang cepat dan tepat dapat dilakukan tindakan pengobatan yang lebih akurat, agar tidak terjadi cacat permanent yang dapat mengganggu nilai hidup seseorang akibat serangan stroke.

Teknologi baru mengobati Stroke
Mungkin tidak asing lagi dengan istilah stroke. Berbagai carapun dilakukan untuk mencegah dan mengobati penyakit stroke ini, misalnya saja dengan melakukan terapi stroke. 

Ilmuwan bioteknologi kini tengah mengembangkan pemanfataan stem cell (sel punca) sebagai salah satu cara untuk untuk mengobati berbagai penyakit yang dianggap tidak mudah disembuhkan seperti penyakit stroke, jantung diabetes dan sebagainya. 

Menurut Dr Arief Budi Witarto, peneliti bioteknologi dari LIPI, pemanfaatan stem cell dalam pengobatan klinis sangat memungkinkan. Karena teknologi stem cell mempunyai kemampuan untuk merubah menjadi berbagai jenis sel sehingga dapat berfungsi menggantikan sel yang rusak.

"Uji klinis kini sudah mulai dilakukan di beberapa negara untuk mengobati bermacam penyakit," ujar Arief Budi Witarto dalam Diskusi Ilmiah "Perkembangan Bioteknologi Terkini", hasil kerjasama Fakultas Biologi UGM dan Yayasan Biooteknologi Indonesia (YMBI), di ruang seminar Fakultas Biologi, Sabtu. Selain Witarto, hadir peneliti bioteknologi perikanan UGM, Dr Ir Murwantoko MSi.

Riset mengenai stem cell sudah dilakukan sejak 1998 dan pada 2005 dilaporkan keberhasilannya meng-klon sel embrio manusia. Di 2007, dari hasil riset diketahui ilmuwan juga berhasil menciptakan sel punca dari sel dewasa dengan penambahan faktor-faktor protein tertentu. Bahkan di Korea, sejak 2005 telah dilakukan uji klinis terapi sel punca menggunakan sumber sel punca dewasa dari sumsum tulang belakang untuk pengobatan stroke dengan hasil begitu memuaskan.

"Di Indonesia, tahun ini telah dilakukan pengobatan penyakit jantung menggunakan stem cell. Hasilnya cukup baik," jelasnya. Meski demikian menurut Witarto, penelitian pengembangan stem cell dalam pengobatan masih memerlukan banyak penelitian lebih lanjut dalam mengungkap mekanisme perubahan sel tersebut. Sehingga dirinya berharap agar para peneliti muda di Indonesia tertantang untuk dapat terlibat aktif dalam penelitian dan pemanfaaatan teknologi baru ini.
 

Sementara Dr Ir Murwantoko Msi mengatakan, pemanfaatan bioteknologi dengan metode diagnostik molekuler bisa dimanfaatkan untuk mendeteksi penyakit ikan lebih cepat dan akurat. Dengan metode yang berbasi DNA dipastikan dapat mengenali target molekul yang menjadi penanda kondisi tertentu apabila ikan terkena penyakit.. "Penularan penyakit ikan dalam lingkungan air terjadi sangat begitu cepat, sehingga dengan metode ini membantu mempercepat mendiagnosa jenis penyakitnya," katanya.

Multi Slice Computed Tomography ( MSCT )

Gambar MSCT
 
Perkembangan teknologi di bidang kedokteran terus melesat. Demikian juga dengan teknologi Computed Tomography Scan (CT-Scan) yang juga telah berkembang menjadi sebuah metode pencitraan medis yang sangat diperlukan dalam pemeriksaan radiodiagnostik sehari-hari. Pada masa awal penggunaannya sekitar tahun 1971 CT-Scan masih menggunakan satu detektor atau Mono-Slice (irisan) sehingga belum bisa membaca dengan baik bagian dalam tubuh manusia. Barulah pada tahun 2000-an, tercipta Multi Slice CT-Scan atau biasa disebut MSCT yang memiliki irisan berlapis banyak, di antaranya jenis 4, 8, 16, 32, 40, dan 64 slice. Alat ini memiliki kecepatan rotasi yang lebih tinggi sehingga dapat merekonstruksi irisan gambar semakin baik.

Awal tahun 2000 alat ini hanya menggunakan 4 slice atau detektor (light speed plus). Setahun kemudian baru menggunakan delapan detektor (light speed ultra). Pada akhir tahun 2002 alat ini menggunakan 16 detektor (light speed pro) dan pada akhir 2004 menggunakan 64 detektor (light speed VCT). Bahkan hingga tahun ini teknologinya terus berkembang pesat hingga 128 slice yang berarti menggunakan 128 detektor.



 Hasil Imaging pada MSCT 16-Slices Spiral CT


 Hasil Imaging pada MSCT 64-Slices



Pemeriksaan dengan alat ini dapat menghasilkan gambar multiplanar dan gambar tiga dimensi (3D). Proses pemeriksaan pun lebih cepat karena hanya membutuhkan waktu beberapa detik saja dan gambar sudah terlihat dan segera dicetak. Sebagai contoh, pada pemeriksaan dengan CT-Scan 4 slice membutuhkan waktu sekitar 45 detik, sedangkan dengan CT-Scan 16 slice membutuhkan waktu sekitar 20 detik. Dan semakin tinggi angka slice maka akan semakin cepat dalam memproses. Sebab pada prinsipnya, semakin banyak jumlah detektor yang digunakan semakin baik kualitas, waktu dan resolusi gambar yang dihasilkan. Efek radiasinya pun semakin rendah karena kontak tubuh dengan paparan sinar X semakin singkat.


Gambar Jantung
Pada CT-Scan 16 slice dapat dijadikan sebagai salah satu pilihan pemeriksaan rutin kesehatan karena tidak dilakukan invasif (pembedahan) dan dapat memberikan informasi tentang struktur morfologi anatomi organ dalam manusia secara maksimal.  Dibandingkan dengan CT-Scan jenis lainnya, MSCT memang memiliki beberapa keunggulan. Alat ini memiliki alat scanning yang lebih lebar dari CT-Scan biasa sehingga dapat mengambil gambar bagian tubuh mana pun juga yang tidak dapat diambil oleh alat lain. Salah satunya adalah mengambil gambar jantung manusia yang sulit dilakukan dengan alat scan lainnya karena jantung terus bergerak.

Imaging CT Scan 64-Slices


MSCT, termasuk 16 slice, mampu memberikan data informasi baik berupa morfologi anatomi maupun fungsionalnya. Selain juga dapat memberikan detail data struktur jantung berikut variasinya serta struktur organ di mediastinum (terutama pembuluh darah). Di samping itu, alat canggih ini juga dapat memberikan informasi data lesi necrotik atau iskemik, reversibel atau irreversibel sehingga memungkinkan pemberian terapi yang efektif dan efisien kepada pasien.

MSCT 16 slice dengan kombinasi ECG (electrocardiogram) gating dan injeksi kontras media (MSCT cardia) dapat menggambarkan anatomi 3 dimensi jantung dan arteri koronia. Pemeriksaan ini juga dapat menilai jumlah kalsium dan stenosis pada arteri koronia. Pada saat pemeriksaan dengan MSCT, pasien cukup diposisikan telentang (supine) sehingga lebih aman dan nyaman. Waktu pemeriksaan yang sangat singkat juga menambah nilai modalitas alat tersebut.

MSCT juga berperan penting dalam kasus-kasus cedera kepala dengan pasien gelisah dan juga pasien anak-anak karena waktu pemeriksaannya yang singkat. Pada kasus tumor hepar dapat dilakukan pemeriksaan multifase. Sedangkan pada kasus-kasus tumor intratorakal dan intraabdomen, pemeriksaan dapat menghasilkan gambar multiplanar sehingga organ risk (berisiko) di sekitar tumor dapat digambarkan dengan jelas dan detail. Sehingga hal ini akan membantu operator dalam melakukan maping (pemetaan) untuk persiapan melakukan operasi pembedahan yang akan dilakukan oleh dokter. Dokter pun secara tepat akan mengetahui lokasi mana saja yang akan dibedah,. MSCT juga berperan penting dalam bidang onkologi, karena dapat dilakukan untuk menentukan staging tumor, misalnya pada tumor nasofaring, leher rahim, prostat, paru, dan lain-lain. Tumor akan dapat terdeteksi sangat baik meskipun masih dalam stadium dini yang masih berukuran sangat kecil.


Efektif untuk Mengetahui Kelainan Jantung
Pemeriksaan CT-Scan sendiri dibagi dalam dua jenis, yakni pemeriksaan polos dan pemeriksaan kontras. Pemeriksaan polos sering digunakan untuk melihat pendarahan trauma di kepala, dilakukan dengan tanpa memberikan obat terlebih dahulu pada pasien sebelum proses scan dimulai. Sedangkan cara kontras, pasien diharuskan mendapatkan kontras iodium injeksi.

Tujuannya adalah untuk mendapatkan gambar yang lebih detail dan jelas. Sebab, pemeriksaan kontras umumnya dilakukan untuk melihat organ-organ dalam tubuh berikut pembuluh darahnya.  Seperti pada pemeriksaan untuk mengetahui kelainan di jantung, maka dapat dibuat gambar anatomi dimensi dan konfigusi ruang-ruang jantung serta arteri koronia dengan jelas. Selain itu juga dapat menilai jumlah kalsium (calsium score) yang ada di arteri koronia.

Saat ini CT-Scan semakin banyak digunakan dan telah dijadikan sebagai salah satu pilihan untuk pemeriksaan rutin jantung di beberapa rumah sakit. Hal ini dikarenakan dalam pemeriksaan tidak invasif (pembedahan) dan memberikan informasi tentang struktur morfologi anatomi organ jantung dan vaskulernya dengan maksimal.

MSCT seperti 16 slice yang ada mampu memberikan data informasi baik berupa morfologi anatomi maupun fungsional jantung. Juga dapat memberikan detail data struktur jantung berikut variasinya serta struktur organ di mediastinum (selaput paru tengah) terutama pembuluh darah. Pemeriksaan juga diharapkan dapat memberikan informasi tentang data lesi necrotik atau iskemik, reversibel atau irreversibel sehingga memungkinkan pemberian terapi yang efektif dan efisien kepada pasien.

Pemeriksaan MSCT untuk jantung yang hanya membutuhkan waktu singkat ini juga memiliki manfaat lain. Hanya dengan satu jenis pemeriksaan sudah dapat menganalisis data klinis yang cukup diperlukan untuk menentukan jenis dan tindakan terapi bagi pasien.

Analisis dari hasil pencitraan cardiac (jantung) dengan MSCT yang sering digunakan saat ini berupa penilaian morfologi jantung, kalsium skor arteri koronia dan CT angiografi koronia. Kalsium skor, merupakan teknik penilaian perluasan kalsifikasi (pengerasan) di arteri koronia menggunakan angka.

Telah dibuktikan adanya korelasi langsung banyaknya kalsium skor dengan risiko penyakit jantung koroner. Semakin tinggi kalsium skor, maka semakin tinggi kemungkinan adanya stenosis koronia. Nollin menambahkan, MSCT sangat baik untuk mendeteksi dan mengukur banyaknya kalsium di pembuluh darah koroner. Calcium Score (CS) pada tiap pembuluh darah koroner mencerminkan banyaknya kalsium pada pembuluh darah tersebut. Nilai CS kurang dari 100 mengindikasikan Berisiko tinggi PJK. Sedangkan CS yang lebih tinggi menunjukkan aterosklerosis plak yang lebih banyak. Namun demikian, CS tidak secara langsung menunjukkan persentase penyempitan pada pembuluh darah koroner, tetapi CS yang lebih tinggi menunjukkan kemungkinan yang lebih besar adanya stenosis pada pembuluh darah koroner tersebut.



Sumber: Harianjoglosemar.com